“Dunia ini jauh lebih luas dari yang kau bayangkan, sayang jika kau tidak menjelajahinya dan membagikannya kepada orang lain.”
Siapa yg setuju dengan peryataan diatas? Ya, aku salah satunya!
Untuk itu, ini aku bagikan pengalamanku pulang kampung ke Waingapu, yang terletak di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Setelah 16 tahun yang lalu, terakhir kali aku mengunjungi daerah ini tahun 2002, banyak perubahan yang terjadi. Makin maju, ramai, dan banyak pemandangan indah yang sayang untuk tidak di kunjungi.
"Makan kerbau di tengah pulau, Waw.. aku terpukau." Mungkin itu pantun yang mewakili perasaanku setibanya di daerah ini.
25 Desember 2018, 09.50 am, kami sekeluarga berangkat dari Bali ke Waingapu melalui jalur udara. Kami naik pesawat ATR, kalau kalian tau which is itu yang baling2 nya bisa kalian lihat dari jendela pesawat, hanya ada 2 tempat duduk satu barisnya. Nah itu, kami naik itu.
Pujituhan, setelah melalui turbulence yang cukup kuat diatas pesawat selama 1 jam 30 menit, kami tiba di Bandar Udara Umbu Mehang Kunda, Waingapu pukul 11.20 am. Tepat waktu.
Setelah itu kami turun dari pesawat, dan menunggu loading bagasi kami. 40 menit kemudian kami dijemput menggunakan Hi-ace yang di sediakan dari Hotel Padadita.
Suhu menunjukan 31 derajat celcius, yang mana ini dianggap tidak terlalu panas untuk ukuran “musim hujan” di Sumba. Aku menikmatinya. Kulit menghitam, gerah, keringat bercucuran tapi yasudah lah namanya juga daerah timur, ya aku mencoba untuk biasa saja yang padahal ga biasa :)
Setibanya kami di hotel, check in dan berbersih, kami beranjak ke rumah saudara kami di pinggir pelabuhan.
Setelah makan siang, dan bercengkrama melepas rindu, sekitar pukul 2.00 pm, yang mana matahari tepat diatas kepala, kami memulai eksplorasi alam kloter pertama. Haha. Yak, aku dan sepupuku menggunakan motor, tidak memakai helmet, dan santai aja melalui jalanan besar.
“eh ada lampu merah yah?” tanyaku, yang awalnya meng-underestimate daerah ini.
“haih, biar ka, injak saja” kata sepupuku.
Se- selow itu brooooh kita menerobos lebih dari 3 lampu merah yang seakan berbicara “berhenti goblog, ini gua bewarna merah!”
- Perjalanan menuju Sungai Watu Manu -
Setelah menempuh kurang lebih 40 menit, yang mana mereka anggap “dekat” kami tiba di kolam alami ini. Pemandangannya gokil brohhh, norak sih di Bali cuma lihat hijaunya sawah paling banter dan tidak ada yang seluas padang rumput disini. Ada kuda pinggir jalan yang entah tuannya dimana, sedang menikmati rumput di padang tsb. Berikut selfie kami bersama kuda kuda, dan pemandangan ketika kami turun ke Sungai Watu Manu.
Setelah puas kami merasakan segarnya nyemplung di sungai jernih ini, kami beranjak ke tujuan berikutnya, untuk foto ala-ala hypebis gtu wkwkw, Pelabuhan Waingapu.
Aku tertarik untuk kesana karena ketika perjalanan menuju ke sungai ini, kami melewati banyak petikemas warna-warni, yang mencuri perhatianku. Tidak jauh dari sungai, 25 menit kemudian kami sampai di Pelabuhan itu.
Supaya kelihatan di Sumba, tiap foto kalian harus mengenakan kain khas sana, begitu kata orang-orang. Yasudah, ku iyakan perkataan sepupu-sepupuku.
Setelah puas bergembira ria foto ala ala anak hype, ternyata waktu menunjukan tepat jam 05.50 pm, sedikit lagi sunset, matahari terbenam. Beruntungnya memiliki sepupu "kaki gatal", mereka memberikan ide untuk kami beranjak ke Bukit Persaudaraan. Mengejar matahari sebelum terbenam, ngebut sekali mereka membawaku ke bukit indah itu..
Pukul 6.15pm pas matahari malu malu mau kembali ke peraduannya, kami sampai di bukit ini. Angin kuencaaannggg menyambut kami sembari memarkirkan motor di tanah lapang bebatuan pada bukit tsb.
GOKIIIILLLLL, sejauh mata memandang hanya ada hamparan hijau dan petak2 sawah jika melihat ke bawah! Seketika ekspektasi ku tentang Sumba yang kering kerontang terhapuskan. Ternyata, ada alam seindah ini disini.
Yak, di Bukit Persaudaraan ini lah kecintaanku terhadap tanah Sumba Timur, mulai tumbuh.
Finally, #Day1 terlewati dengan segala drama kumbara yang terjadi antara sepupu dan bibi juga pamanku. Setara terbenamnya matahari di tanggal 25 Dec 2018 ini, aku mau bilang;
SUMBA, YOU'RE AMAZINGLY BEAUTIFUL. I'M IN LOVE!
Setelah puas bergembira ria foto ala ala anak hype, ternyata waktu menunjukan tepat jam 05.50 pm, sedikit lagi sunset, matahari terbenam. Beruntungnya memiliki sepupu "kaki gatal", mereka memberikan ide untuk kami beranjak ke Bukit Persaudaraan. Mengejar matahari sebelum terbenam, ngebut sekali mereka membawaku ke bukit indah itu..
Pukul 6.15pm pas matahari malu malu mau kembali ke peraduannya, kami sampai di bukit ini. Angin kuencaaannggg menyambut kami sembari memarkirkan motor di tanah lapang bebatuan pada bukit tsb.
GOKIIIILLLLL, sejauh mata memandang hanya ada hamparan hijau dan petak2 sawah jika melihat ke bawah! Seketika ekspektasi ku tentang Sumba yang kering kerontang terhapuskan. Ternyata, ada alam seindah ini disini.
Yak, di Bukit Persaudaraan ini lah kecintaanku terhadap tanah Sumba Timur, mulai tumbuh.
Sampai sampai aku berandai-andai, jika ku berkesampatan untuk tinggal disini, aku sudah tahu kemana aku kan pergi jika ku galau dan feeling blue. hmmm... yak, ke Bukit Persaudaraan.
06.30 pm, matahari mulai kembali ke peraduannya, sunset disini indah sekali.
Senja jingga ini ku abadikan with no filter, melalui mata ponselku yang hanya beberapa megapixel, entahlah.
Bayangkan, gak diedit aja seindah ini, apalagi di edit. Tapi tak perlulah di edit edit, pikirku. Biar mata asliku yang merekam indahnya jingga waktu itu dengan harapan foto mentah ini sudah cukup berbicara.
Finally, #Day1 terlewati dengan segala drama kumbara yang terjadi antara sepupu dan bibi juga pamanku. Setara terbenamnya matahari di tanggal 25 Dec 2018 ini, aku mau bilang;
SUMBA, YOU'RE AMAZINGLY BEAUTIFUL. I'M IN LOVE!
Komentar
Posting Komentar